Ibu-Ibu Doyan Nulis

iidn

Senin, 07 Oktober 2013

Muhammad Tercinta (6)


TANDA-TANDA KERASULAN MUHAMMAD SAW SAAT REMAJA

Nabi Muhammad ketika muda, amat menyukai perjalanan.
Perjalanan banyak memberinya pelajaran, tentang ciptaan Tuhan.
Langit biru yang membentang, awan putih yang berarak
Gurun pasir yang terhampar, matahari yang bersinar
Bulan yang tersenyum, bintang yang berkelip
...
Dalam sebuah perjalanan niaga, Muhammad gembira ikut serta.
Beserta rombongan, mereka tiba di rumah pendeta Bukhaira.
Bukhaira meminta rombongan singgah sementara,
Sekedar melepas lelah dan berbagi cerita.
Saat itulah, Muhammad muda duduk di bawah sebuah pohon.
Setelah masa kenabian Isa ‘alaihi salam berlalu sekian lama,
Belum pernah ada orang yang duduk di bawah pohon itu.
Ooh... jangan-jangan...
Buhira segera menghampirinya, dan... terlihatlah tanda di belikatnya.
Ooh... belikat itu, tanda kenabian itu...
Sama seperti yang tertera dalam kitab Taurat dan Injil.
...
Ketika kafilah hendak beranjak, pendeta Bukhaira berbisik pada Abu Thalib:
Inilah pemimpin seluruh alam
Inilah Rasul utusan Tuhan semesta alam
Ia akan diutus sebagai rahmat seluruh alam
Segera pulangkan ia, jaga ia baik-baik.


TANDA LAIN KERASULAN MUHAMMAD

Tanda lain dari kerasulan Muhammad yang sangat kentara,
Di masa kanak-kanak hingga awal remaja,beliau senang menggembalakan domba.
Seperti halnya nabi-nabi sebelumnya, yang diutus Allah ke dunia.
...
Menggembalakan domba...
Berarti menuntunnya ke padang rumput
Menjaganya agar tak terpisah dari kawanan
Melindunginya dari bahaya terkaman serigala
Menggiringnya pulang ke kandang semula.
...
Ya, itulah wujud kerja sang Nabi kelak...
Menuntun ummat ke jalan cahaya
Membimbingnya tetap di jalan selamat
Melindunginya dari segala bala bahaya
Mengantarnya pulang pada maqam yang mulia.
 -------------------------------------------------------------------------
Nah anakku...semua nabi dan rasul pernah menggembala ternaknya. Dengannya mereka yan suci belajar menjadi pemimpin diri dan ummatnya. Menjadi hamba sekalius khalifah-Nya. Demikian ibu berharap kepadamu...agar Alloh menetapkanmu menjadi muslim yan mukmin...tidak hanya peduli diri dari menjauhi neraka tetapi juga mengapai surga Alloh dalam memimpin.

Jumat, 27 September 2013

MATA AIR MATA

Yang tersayang:  anak-anakku

Bagi wanita, air mata adalah permata. Apa gunanya mata kalau bukan untuk berlinang air mata. Ia teman yang setia. Hadir di kala sedih, takut, marah, sakit, rindu, bahagia, haru, bangga, benci, kesal, kecewa, putus asa.
Aku tak ingin menjadi wanita tanpa air mata. Karena air mata bisa menjadi pelipur lara di hati. Menjadi  penawan indah kala membaca Al Quran suci. Menjadi penawar rindu pada suami. Menjadi penebus dosa yang ditobati. Menjadi penopang kekuatan tuk jalani hari-hari. Menjadi jalinan mesra kala bersua dengan Sang Kekasih Sejati di saat dini hari. Penuh ratap dan mengharap janji, semoga khilaf dan salah bisa diampuni, semoga amal ibadah bisa dihargai dan diridhai Rabbul Izzati. Dan setelah menjadi ibu kini, air mata menjadi pengekang amarah saat mendapati  anak-anak yang barangkali lupa tuk berbakti.
Pun jauh sebelum ini, air mata menjadi pembuncah rasa kala mengucap akad suci. Menjadi saksi saat meregang sakit demi lahirnya sang buah hati.
Air mata bukan hanya milik wanita. Jadi menangislah, cinta. Silakan menangis, boleh menangis, tak mengapa menangis, jangan malu dan segan untuk menangis. Mari sini, sayang, menangislah di bahu atau di pangkuanku. Hingga sirna rasa sesak yang memenuhi rongga dadamu. Hingga hilang rasa sakit pada lukamu. Tapi tunggu sebentar, nak, sebelum kau tumpahruahkan air matamu, aku ingin bertanya padamu: mengapa kau menangis? Karena apa kau menangis? Untuk apa kau menangis? Atas dasar apa kau menangis? Demi apa kau menangis?
Dengarkanlah, anakku. Sungguh, Rasulullah juga pernah menangis. Beliau menangis ketika Ibrahim, putranya, meninggal dunia. Beliau menangis sambil berdoa di bawah pohon anggur ketika Beliau berdakwah ke Tha’if, namun penduduk Tha’if mengusirnya dengan cara yang hina dina. Bahkan mereka menyuruh anak-anak di kota itu agar rame-rame melempari Rasulullah dengan kotoran unta dan batu hingga luka. Rasulullah menangis ketika sedang sholat, berdoa, dan membaca Al Quran. Beliau juga menangis ketika melihat Fatimah Az-Zahra putri tercintanya beserta cucu-cucu kesayangannya, kurus kering menahan lapar demi mengenyangkan orang lain. Dan semasa kecil, Beliau menangis jika sesudah mandi, lama tak dipakaikan baju, karena betapa malu. Tetapi Beliau tidak menangis jika tak kebagian buah badam untuk bermain. Beliau tak menangis ketika kebagian jatah makanan paling akhir dan menerima seadanya, apa adanya.
Nah, jadi begitulah, anakku. Jika kau jatuh, maka bangunlah dan segera ucapkan Innalillahi wa innaailaihi raaji’uun. Jika kau sakit, maka sabarlah dan berdoalah Yaa Syafii Syafakallah. Jika kau takut, maka berlindunglah dari godaan dan gangguan syetan dengan mengucap ta’awudz. Jika kau hanya menerima seadanya, maka syukurilah dan ucapkan hamdalah. Jika kau diolok-olok, maka sabarlah dan jangan membalasnya, doakanlah kebaikan untuk mereka. Jika kau disakiti, maka maafkanlah jangan putuskan silaturahmi. Jika kau tak berbaju baru di hari raya, maka tak apa, tersenyumlah. Karena Rasulullah menyuruh kita berhari raya dengan pakaian terbaik yang ada, bukan dengan pakaian terbaru yang belum ada. Jika kau tak kebagian mainan, maka mengalahlah untuk menang. Menang, karena kau senang menyenangkan orang lain, niscaya kau akan disenangkan. Untuk hal-hal yang demikian, alangkah baiknya jika kau bisa menahan air matamu untuk tidak menangis.
Tetapi sungguh, anakku. Menangislah, jika kau melihat pada dirimu atau mendapatinya ada pada diri orang lain, keadaan-keadaan ini: Allah dan Rasulullah dihinakan, agama Allah dipermainkan, Al Quran suci diselewengkan, sunnah Rasulullah diabaikan, masjid ditinggalkan, kaum muslimin dan para ulama dilecehkan, fakir miskin dihardik dan anak yatim dicampakkan, kedatangan hari kiamat diragukan. Mari berlindung dari hal-hal yang demikian, na’udzubillah…
Dan menangislah: saat kau bisa shalat khusyuk dan khudhu di atas sajadah, saat kau tenggelam dalam munajat, saat kelak kau berdiri memandang Ka’bah di Baitullah Al-Haram, saat kelak kau bisa menjadi hafizh Quran dan hadits. Dan menangislah, saat kelak kau bisa melintasi benua dan mengarungi samudera demi menegakkan Kalimatullah dan menyebarkan sunnah Rasulullah. Dengan izin dan ridhaNya, mari berharap dari hal-hal yang demikian, insya Allahumma amiin… 
Dengar, nak, ada dua tetesan yang Allah swt sangat menyukainya ada pada hambaNya. Pertama, tetesan darah ketika sedang berjuang di jalan Allah berperang melawan musuh Allah. Kedua, tetesan air mata seorang hamba di malam hari yang takut kepada Allah, memohon ridha dan ampunanNya. Dan kau tahu, anakku, jika air mata semua anak cucu Adam sampai akhir zaman nanti ditimbang, maka akan lebih berat air mata Adam as saat beliau bertobat menangisi dosa karena tergoda bisikan iblis untuk memakan buah terlarang di surga.
 -----------------------------------------------------------------
Maka meneteslah air mata ini untuk Palestina, Mesir dan Suriah...tolonglah saudara-saudara kami Yaa Rabbi.... Inikah janji-Mu kelak akan basyiroh Rasululloh....

Senin, 29 Juli 2013

Palestina dalam Cerita (1)

CERITAKAN INI PADA ANAK-ANAK KITA

Dahulu kala, ketika Nabi Musa membebaskan kaum Bani Israil dari cengkraman penindasan Fir’aun, Nabi Musa membawa Bani Israil menuju tanah suci yang telah dijanjikan Allah, yaitu tanah PALESTINA. Namun di tengah perjalanan saat Nabi Musa pergi selama 40 hari menuju panggilan Allah untuk menerima kitab Taurat, Bani Israil mulai inkar pada Allah. Salah seorang di antara mereka yang bernama Samiri, mengumpulkan perhiasan emas dari kaum wanita mereka, meleburnya jadi satu dan menjadikannya patung anak lembu untuk dijadikan sesembahan mereka. Dengan tenangnya Samiri berkata kepada mereka, “Inilah Tuhan kita, Tuhan Musa dan Harun, namun kini Musa telah lupa”. Ah, betapa mereka mudah sekali menyimpang.
Nabi Harun yang diperintahkan agar menjaga Bani Israil selama Nabi Musa pergi, tidak bisa berbuat apa-apa. Karena memang sejak awal kaum Bani Israil sudah punya tabi’at membangkang. Tentu saja sepulangnya Nabi Musa, beliau amat marah pada kaumnya. Padahal sebelumnya Allah telah kirimkan nikmat dan karunia yang tak terkira. Saat mereka kehausan, Allah telah kirimkan Manna, sejenis minuman yang rasanya lebih manis daripada madu. Sumbernya lagsung tercurah dari langit laksana salju. Saat mereka kelaparan, Allah telah kirimkan Salwa, sejenis burung murai yang turun dari langit dalam keadaan sudah terpanggang.  Pun begitu, mereka tidak pernah merasa puas dan meminta kepada Musa agar Allah memberikan kacang adas, kacang tanah, dan bawang merah. Betapa aneh dan dungu mereka itu, sudah diberi Manna dan Salwa malah minta yang lebih rendah.
Karenanya Allah marah pada mereka dan dihukumlah mereka selama 40 tahun berputar-putar berkeliling-keliling di Padang Tiih gurun Sinai tanpa bisa keluar dari sana. Selama dalam hukuman itu mereka banyak mengeluh tentang ini dan itu, tidak sabar dan tidak bersyukur. Akhirnya sebelum Nabi Musa menyempurnakan risalah Allah dalam kitab Taurat, Beliau meninggal dunia dalam keadaan murka kepada kaum Bani Israil.
Sebelum meninggal, Nabi Musa menitahkan tugasnya kepada Nabi Yusya untuk membimbing Bani Israil dan membebaskan tanah suci Palestina dari tangan kaum Amaliq yang kafir dan menyembah berhala. Maka berangkatlah Nabi Yusya bersama pemuda-pemuda Bani Israil yang beriman kepada Allah untuk berperang melawan kaum Amaliq. Salah seorang di antara mereka ada yang bertanya, “wahai Nabi Allah, mengapa harus tanah suci itu? Mengapa tidak tanah yang lain?”
Kemudian Nabi Yusya menjawab, “Tanah yang suci itu adalah tanah warisan kakek kalian, Ibrahim dan bapak kalian, Ya’kub. Baitul Maqdis adalah tanah setiap orang mukmin. Hanya orang berimanlah yang boleh tinggal di atasnya. Karenanya Allah memerintahkan kita untuk mensucikannya dan membebaskannya dari tangan para penyembah berhala. Seorang dari mereka ada yang berkata, “Baitul Maqdis akan menjadi milik kita sepanjang hajat”.

Nabi Yusya menekankan lagi kepada kaum Bani Israil, “Baitul Maqdis hanya akan menjadi milik orang-orang mukmin. Barang siapa yang kafir dan berbuat inkar kepada Allah sesudah memasukinya, maka Allah akan mencabutnya hak kepemilikan itu. Kalian sama sekali tidak berhak untuk mendudukinya apalagi memilikinya. Tanah suci itu hanya milik orang-orang yang beriman, tidak mendurhakai Allah, dan tidak mengubah firman-firman Allah”.
Atas kuasa Allah, tanah suci itu bisa direbut dengan kemenangan gemilang oleh kaum Bani Israil. Dan sebelum memasuki pintu gerbang Baitul Maqdis, Allah mewahyukan kepada Nabi Yusya agar Bani Israil memasukinya sambil mengatakan “Hiththah” (bebaskanlah), dan dengan posisi bersujud di atas tanah sebagai tanda bukti ketaatan pada Allah. tetapi di antara mereka ada yang memasukinya dengan mengatakan “hinthah” (gandum), sambil mengesot dengan pantat. Alangkahmemalukan dan senang mempersulit diri mereka itu.
Oh lihatlah, betapa mereka itu sangat ingkar dan durhaka kepada Allah dan Nabinya. Padahal baru saja mereka melihat nikmat kemenangan dibentangkan di hadapan mereka. Maka janji Allah itu pasti dan akan tetap berlaku. Mereka, ummat pembangkang dan pendurhaka, kapan pun, di mana pun mereka berada, kemana pun mereka pergi, mereka akan tetap menjadi kaum yang terusir. Jadilah sekarang, pembebasan dan pensucian Baitul Maqdis, Al-Aqsha, menjadi salah satu kewajiban yang tersisa di pundak kaum mukminin.
------------------------------------------------------------------------------------------
buah tangan i'tikaf 10 hari terakhir Ramadhan 1434H

Jumat, 14 Juni 2013

Muhammad Tercinta (5)









MUHAMMAD SAW PULANG KE MAKKAH

Nabi Muhammad kecil, tumbuh luar biasa, berbeda dari teman sebaya.
Lemah lembut perangainya, sopan santun tutur bahasanya.
Pun begitu, beliau tak pernah membeda-beda.
Bersama sebayanya, beliau senang menggembala domba ke bukit rumput gurun sahara.
Suatu hari ketika sedang menggembala,
Saudara sepersusuannya, Abdullah, mendapati Muhammad tiada.
Hilang entah kemana. Tanpa diketahui banyak orang,
Muhammad kecil dibawa oleh dua sosok bercahaya.
Dibelah dadanya, diambil hatinya, dibasuh dengan air dari mata air surga
Dalam cawan piala sebening kaca.
Setelah itu hatinya dikembalikan ke tempat semula.
...
Begitulah,taklama berselang, sejak peristiwa penyusian hatinya,
Muhammad kecil dipulangkan ke kampung halamannya.
Kembali ke pangkuan Aminah, ibunda tercinta.
Berat nian bagi Halimah melepasnya.
5 tahun sudah kebersamaan mereka.
Meninggalkan kesan kasih sayang yang mendalam.
....


SAAT IBUNYA MENINGGAL

Setahun kemudian, Aminah mengajak Muhammad ke Madinah.
Mereka akan berkunjung ke saudaranya dari Bani Najjar,
Sambil berziarah ke makam sang ayah, Abdullah bin Abdul Muthalib.
Dalam perjalanan pulang ke Makkah, kesehatan Aminah melemah.
Ditambah badai pasir yang melanda, memaksa mereka mencari perlindungan sementara.
Ummu Aiman, khadimat mereka, membawa Aminah ke desa Abwa.
...
Ooh... kondisi Aminah semakin lemah.
Pun begitu, Aminah tak merasa gundah dan tetap pasrah.
Setelah memberi sedikit amanah pada belahan jiwanya, Muhammad,
Agar jangan sedih dan resah, meskipun hidup tanpa ibu tanpa ayah.
Karena Muhammad, ada dalam perlindungan dan pemeliharaan Sang Maha Pemurah.
...
Duhai... suratan takdir pun tak bisa dicegah.
Aminah meninggal sudah, berkalang tanah di desa Abwa.
Dalam naungan duka lara, ummu Aiman membawa pulang Muhammad
Ke pangkuan sang kakek, Abdul Muthalib.

Senin, 03 Juni 2013

Isra Mi'raj dan Palestina



SURAT CINTA UNTUK PALESTINA
Menjumpai: Saudara-saudara muslim sedunia

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuuh…
Apa kabar saudaraku, fillah? Semoga rahmat  dan berkah Allah senantiasa tercurah padamu. Semoga taufik dan hidayah tetap terpelihara atasmu. Semoga sakinah, mawaddah, dan rahmah selalu menaungimu. Semoga shalawat serta salam senantiasa terlimpah pada akhirul anbiya, Muhammad saw., kepada ahlul baitnya, para sahabatnya, para tabi’in, sampai pada kita ummat akhir zaman yang sangat mengharapkan syafaatnya. Mari aminkan sama-sama!
Saudaraku, ku layangkan surat ini sebagai tanda cinta untuk saudara-saudara kita di belahan bumi PALESTINA. Dalam bentuk apa pun, dilihat dari segi mana pun, PALESTINA banyak berbeda dari negeri kita. Namun satu hal yang sama, dan aku tahu itu, bahwa di seluruh dunia, ada satu, sepuluh, seratus, seribu, bahkan sejuta suara yang sama. Suara yang mendukung perjuangan rakyat PALESTINA. Suara yang mengecam keras kekejaman, kekejian, dan kebiadaban zionis Israel.
Dengarkan saudaraku, fillah, dulu sekali, tanah PALESTINA pernah ditaklukkan oleh Asyria, Babilonia, Romawi, dan Persia. Dan setelah Romawi takluk di bawah kekuasaan Islam, PALESTINA jatuh ke tangan kaum muslim di bawah kepemimpinan Umar bin Khathab tanpa sikap arogansi, tak ada pertumpahan darah dan pengusiran. Padahal bangsa Arab lebih mereka takuti daripada bangsa Romawi dan Babilonia yang kejamnya tiada dua. Saat itu, di bawah pemerintahan kaum muslim, Islam, Yahudi, dan Nasrani hidup berdampingan. Inilah penaklukan pertama PALESTINA yang terjadi dengan sangat damai. Meskipun begitu, Yahudi tetap tidak menyukai dan mengakui kerasulan Muhammad dan ajaran yang dibawanya. Cikal bakalnya, karena Nabi akhir zaman yang tertera dalam kitab Taurat, yang telah lama mereka nanti-nantikan kedatangannya, terlahir bukan dari kalangan Yahudi. Padahal sebelumnya, banyak sudah di utus para Nabi dari kalangan mereka sendiri.
Kepemimpinan Islam di tanah PALESTINA berlangsung cukup lama. Seperti lamanya kebencian Yahudi yang mengakar kuat menghujam sukma. Mereka, kaum yahudi dan sebenarnya nasrani juga, tak ambil peduli apakah kita ummat islam akan ikut ajaran mereka dan murtad dari islam. Mereka sudah sangat senang jika kita jauh dari ajaran Islam. Lantas mengapa sekarang semakin merajalela? Mari kita berkaca, suara yang kita bawa, mengapa tak menggema di telinga mereka? Kalah oleh gaung peluru tak bermata dan mesiu yang mendera. Mari kita meraba, telinga kita pun tak cukup peka mendengar isak tangis dan jerit kesakitan mereka. Mari kita membaca, jangan-jangan, tanpa kita sadari, kita telah berdamai dengan Yahudi dan serentetan konsfirasinya yang nyaris tak terasa tak terbaca. Mari kita melihat samping kiri kanan kita, depan belakang kita, maka kita akan terhenyak terbelalak. Pakaian kita, dandadan kita, makanan kita, hunian kita, mainan kita, jajanan kita, tontonan kita, hiburan kita, bahkan pendidikan kita, berkiblat pada siapa?
Mungkin di antara kita ada yang bertanya,  apakah ke tengah-tengah perjuangan rakyat palestina, Allah tidak berkenan mengutus malaikatNya yang akan menjadi tentara melawan ummat Yahudi? Seperti halnya Allah mengirimkan sepasukan malaikat di perang Badar, perang Hamra’ul Asad, perang Khandak, dan banyak lagi perang-perang dengan kemenangan gemilang. Barangkali Allah telah mengutus pasukan malaikat itu, tetapi mungkin, para malaikat itu lupa bagaimana wajah muslim yang sebenarnya. Malaikat itu bingung mengenali penampilan mereka yang telah menjadi samar. Malaikat itu tak tahu membedakan mana kawan mana lawan, karena warga sipil mereka, nyaris sama di mata malaikat.
Jadi begitulah saudaraku, fillah, jika senjata kita tak punya, sumbangan uang pun tak seberapa, maka apa lagi yang bisa kita derma untuk mereka? Selain untai doa, atas nama cinta, mari kita jaga dan pelihara izzah dan kekaffahan Islam kita. Jika itu pun telah tiada, maka malulah kita. Jika Israel menggempur kita dengan atas nama Adonai Yahwe Tuhan orang Yahudi, maka kita pun harus berjuang atas nama Allah swt. Jika israel menyerang kita dengan mengusung Yudaisme, maka kita pun harus berjuang bermotifkan Islam. Jika israel memerangi kita atas dasar Taurat dan Talmud kitab orang Yahudi, maka kita pun harus berjuang dengan berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah. Jika Israel mengibarkan panji Musa, maka kita harus berjuang dengan mengibarkan panji Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Jika Israel ingin membela tembok ratapan Haikal Sulaiman, maka kita harus berjuang untuk membebaskan Al-Aqsha. Jika Yahudi Israel menyerukan pada pasukannya: “kalian bangsa pilihan”, maka serukanlah pada pasukan muslim: “Kuntum khairah ummah ukhrijat linnas”, kalian adalah ummat terbaik yang Allah turunkan di antara manusia.
Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…
La haula wala quwwata ilabillaah… 

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuuh…
Dengan segala cinta, fillah…lillah…
--------------------------------------------------------------------------------
Sejatinya pada momen Isra Mi'raj kali ini kita mesti kembali tersadar akan kewajiban kita terhadap Palestina yang disinggahi Rasululloh sebelum ke Sidratul Muntaha....

Selasa, 14 Mei 2013

KALA MEREKA TIDUR




Jagoan-jagoan dan tuan putri kami sedang tertidur lelap. Memandang mereka di kala tidur, sering menimbulkan titik bening di cermin mata kami. Ada perih yang menoreh, ada sesal yang menjalar. Ketika kami sadari, bahwa kami belum bisa menjadi tumpuan kasih dan muara cinta bagi mereka, sepenuhnya.
Kami akui, pundak kami masih jarang sejajar dengan tingginya saat kami menegurnya. Padahal ia harus jua dihormati. Masih sering memarahinya di depan orang lain, padahal ia juga ingin dihargai. Tak jarang sampai menghakimi kesalahannya, padahal mungkin itu dilakukannya karena ia belum mengerti. Sering kesal  saat meladeninya, padahal ia belum bisa lakukan semuanya sendiri. Lebih banyak melihat hasil daripada proses yang sedang ia pelajari.
Dan masih banyak hal lagi, yang membuat kami jadi malu sendiri.  Belum bisa menjadi umi dan ibu yang pantas diteladani. Masih ringkih mengajaknya susuri jalan Ilahi. Masih rapuh mengajaknya telusuri keelokan negeri para Nabi.
Saat mentari pagi belum bersinar, mereka lebih dulu bersinar di langit hati kami. Membagi senyum cerianya di pagi kami. Menghapus mendung di wajah sendu kami. Menorehkan lengkung pelangi di bibir kami. Mengecupkan rona mawar di kedua pipi. Menebar hangat di bekunya qalbu kami.
Dan itu dipancarkannya dengan ikhlas, jujur, tanpa paksaan, tak terbebani oleh pikiran: “Apa gerangan yang membebani umi,dan abi hari ini?”. Sekalipun ada sembab di mata umi mereka tak perlu tahu apa yang terjadi. Senyuman, sapaan, rangkulan, pelukan mereka di pagi hari, mewarnai semangat kami meraih mimpi. Satu hal yang perlu mereka tahu: bahwa kami semua ada, untuk berbagi dan dibagi.
Anak-anakku, sayang, marilah kemari…

CICAK DI DINDING

Anakku lagi tidur nyenyak.
Tak terasa waktu kian beranjak.
Setiap detik tak henti berdetak.
Sejenak, dua jenak, Tik tak tik tak tik tak…
Saat ia masih merangkak, semuanya ingin diacak-acak.
Buku-buku dikeluarkannya dari rak, satu per satu disusunnya berarak-arak.
Kini ketika ia makin mantap bergerak, langkahnya menghentak-hentak.
Menjadi sangat antusias jika mendengar suara cicak: ck ck ck ck ck ck…
Ap…ap! Begitu serunya sambil menandak-nandak.
Perut gendutnya jadi terlihat makin bengkak.
Memang bajunya sudah banyak yang sempit sesak.
Dan dalam sekejap, ia menyanyikan lagu cicak:
Cikcak cikcak dingdingding (cicak cicak di dinding)
Iam iam ayap (diam-diam merayap)
Atang ekol amuk (datang seekor nyamuk)
Ap ap, alu engkap (hap hap, lalu tangkap)

*) begitulah dinyanyikannya saat ujarannya masih cadel. Anakku senang sekali melihat cicak, dan kupikir setiap anak senang melihat cicak yang merayap di dinding. Biasanya cicak dijadikan sebagai media untuk pengalihan perhatian jika anak rewel dan menginginkan sesuatu. Dan itu pula yang terjadi padaku. Lantas aku berpikir, cicak bisa jadi ajang pengenalan tauhid pada anak. Maka, jika ada cicak yang sedang kejar-kejaran, aku pun berujar:

Subhanallah…  lihat, nak! Ada cicak di dinding dan di atap.
Cicak makhluk merayap, menangkap makhluk bersayap.
Hap-hap, nyamuknya disantap, sedap.


Minggu, 28 April 2013

Bait Ziarah ke Makam Ustadz Jefri















MENYAPA KEMATIAN

Siap mati? Mati itu pasti! Setiap yang hidup pasti mati. Kita tinggal menghitung hari.
Mau lebih dulu anak, istri, atau suami, itu terserah pada Sang Pemilik Diri.
Untuk itu harus senantiasa mawas diri. Karena waktu tak pernah berhenti.
Kita semua sedang antri menanti. Semoga malaikat maut datang dengan wajah berseri.
Karena itulah sebaik-baik kedatangan mati.
Semoga malaikat maut tak datang dengan cambuk bergerigi.
Karena itulah seburuk-buruk kedatangan mati.
Untuk mati, tak perlu risaukan rizki yang belum pasti.
Bukan pula gelar dan pangkat yang harus dimiliki.
Untuk mati, syahadat segera perbaharui.
Untuk mati, sholat jangan dinanti-nanti.
Untuk mati, tilawah quran senantiasa setiap hari.
Untuk mati, dzikir setia dalam hati.
Untuk mati, shadaqah tak kenal henti.
Untuk mati, shaum jadi perisai suci.
Untuk mati, taqwa menjadi sifat diri.
Itulah sebaik-baik bekal untuk mati, dan untuk hidup setelah mati.
Demi berjumpa Sang Kekasih sejati pujaan hati.
Maka untuk mati, saat ini… berapa kali kita bicara tentang mati dalam sehari?
Mari bicara mati. Mulai dari diri sendiri. Mulai saat ini.
Mulai ajak anak dan suami, menyapa kematian, lebih dini.
Karena dengan ingat mati, kita telah menjadikan diri kita cerdas.
Begitu sabda Sang Nabi.