Ibu-Ibu Doyan Nulis

iidn

Selasa, 19 Februari 2013

Berpetualang Bersama Anak-anak Kita

Yuk Iqlima dan Hawari...kita nyanyi sambil jalan-jalan dengan Keluarga Kang Abdul dan Kang Zaka 













KELILING DUNIA
Syair & lagu: Sandi Prakarsa

Asia… Afrika… Eropa… Amerika Australia
Di dunia ada lima benua
Daratan dan lautan berkoloni menjadi negara
Negara dan kawasan membentuk benua

Allah berkuasa menghamparkan daratan
Dan membentangkan luas lautan
Menaungi dengan awan
Menyirami dengan hujan
Meniupkan musim yang beragam
Subhanallah…
Ayo berkeliling
Ke seluruh benua
Menyaksikan kehebatan Allah
Berkunjung ke belahan dunia…
Asia… Afrika… Eropa… Amerika Australia

Ayo anakku sayang, kita keliling dunia. Tak usah pakai balon udara, hanya berdiri di depan peta.
Lihatlah betapa Allah Maha Kuasa, ada tujuh keajaiban dunia:
Candi Borobudur di Indonesia, ada tembok raksasa di Cina, lalu Taj Mahal di India, dan di Mesir ada Piramida, ada juga Menara Miring di Roma, kalau Coloseum adanya di Eropa, nah kalau di Paris, ada Menara Eiffel yang menjulang ke angkasa.

Sebenarnya tak hanya itu, sayang. Kalau diceritakan teramat panjang.
Tapi tak mengapa, biar sedikit kuceritakan, agar kau tak penasaran.
Insya Allah, jika kau besar nanti, kau kan saksikan itu sendiri.
Keliling dunia, tak hanya berdiri di depan peta.
Pergi ke seluruh alam, sambil mengemban risalah Islam.
Jika kau pergi ke Amerika, di sana ada kota California. Kau tahu, Cinta, zaman dahulu kala, ada seorang sahabat yang berdakwah ke sana. Namanya, Khalifah Al-Qarni. Konon, orang sana kesulitan mengeja kata “Khalifah Al-Qarni”, maka disebutlah kota itu “California”, diambil dari kata “Khalif Qarni”.
  Jika kau pergi ke Afrika, di sana ada pulau Madagaskar. Kau tahu, Cinta, zaman dahulu kala, ada sahabat yang berdakwah ke sana. Madagaskar itu sebenarnya diambil dari kata “Madinatul Asghar”, Madinah. Penduduknya 100 % beragama Islam dan menjalankan kehidupan Islami.
Jika kau pergi ke Eropa, di sana ada semenanjung Andalusia. Kau tahu, Cinta, di sana ada gunung karang tinggi menjulang bernama “Gibraltar”. Gibraltar itu sebenarnya adalah “Jabal Thariq”. Zaman dahulu kala, ada seorang Panglima Perang Islam yang membawa pasukannya ke sana untuk menaklukkan Andalusia. Dialah Thariq bin Ziyad, penakluk gunung.
Oh duhai, akan terlalu lama jika kucerita semua. Biar kusudahi saja. Insya Allah di lain masa, kita kembali bercerita:
Tentang kerajaan megah Nabi Sulaiman as, tentang tembok tembaga kaum Ya’juj Ma’juj di zaman raja Dzul Qarnain, tentang negeri Afsus dan gua Ashabul Kahfi, tentang bangunan Petra di Yordania, gunung dan tebing batu yang dipahat di zaman kaum Tsamud, tentang gua Vietnam yang terbesar dan terpanjang di dunia.
Oh… tentang apa lagi, Umi? Di mana lagi? Kemana lagi kami harus pergi?
Oh… ke seluruh alam, anakku sayang.
Akan ada banyak kota dan negara yang harus kau singgahi, banyak pulau yang harus kau masuki, banyak tebing dan gunung yang harus kau daki, banyak gurun pasir dan sahara yang harus kau lewati, banyak sungai dan lautan yang harus kau sebrangi, banyak lembah dan ngarai yang harus kau turuni, bahkan kutub salju yang harus kau terobosi, banyak masjid yang harus kau jiarahi, banyak orang yang harus kau jumpai dan salami, banyak rahasia Allah yang harus kau singkapi, banyak peristiwa yang harus kau tangisi, banyak jejak yang harus kau susuri, banyak rumah yang harus kau kunjungi, banyak hal yang harus kau syukuri…


Oh… dengan apa kami harus pergi, Umi?
Anakku, kau berjalan dengan kaki telanjang, maka Allah jua yang akan memberimu kendaraan.
Oh… dengan siapa kami harus pergi, Umi?
Pergilah bersama orang-orang yang telah Allah beri petunjuk dan Allah beri nikmat iman. Pergilah bersama orang-orang yang senantiasa ruku’  dan menjaga takbiratul ‘ula bersama imam.
Oh… apa yang harus kami bawa serta, Umi?
Bawalah serta mutiara iman di hati dan tongkat estapet risalah suci para Nabi. Estapetkan risalah itu pada orang-orang yang kau temui di tempat-tempat yang kau kunjungi.
Dan biarkanlah, sinar keikhlasan memancar di langit hatimu.

Senin, 18 Februari 2013

Muhammad Tercinta (3)

SUASANA PASAR ANAK-IBU SUSU DI MAKKAH











Kemari, sobat! Aku akan memperlihatkan sesuatu padamu.
Lihat di sana! Tempat apa itu? Ada yang tahu?
Pasar? Betul sekali! Tapi itu bukan sembarang pasar.
Itu, pasar anak-ibu susu di Makkah.
Banyak ibu-ibu dari perkampungan dan desa di pegunungan yang datang ke sana.
Mereka mencari tambahan nafkah dengan menjadi ibu-susu.
Dan kebiasaan di Makkah saat itu, bayi yang lahir disusukan pada perempuan yang tinggal di lingkungan yang sehat, bersih, dan ramah.
Termasuk dari perkampungan Bani Sa’ad, yang terletak di bukit selatan kota Tha’if.
Di sanalah keluarga Halimah tinggal.
...

TUTUR KALDUN

Seperti yang kalian tahu, aku keledai tua dan lemah.
Aku membawa tuanku, Halimah, ke pasar anak-ibu susu di sana,
Untuk mencari anak angkat orang Makkah.
Kami terlambat tiba di sana.
Ibu-ibu yang lain sudah mendapatkan anak angkatnya.
Putra bangsawan atau saudagar kaya.
Halimah sedih karena tak ada yang memilihnya.
Saat kami hendak kembali ke rumah, Tuan Abdul muthalib berbicara dengan ramah.
Beliau menawarkan cucunya yang tanpa ayah, dengan bayaran yang murah.
Bagi Halimah tak masalah.
Demi melihat wajah Muhammad bayi yang sumeringah, ia jatuh hati sudah.
Aku pun membawa mereka pulang, dengan gagah.
...


ITULAH suasana pasar anak-ibu susu di Makkah.
Banyak ibu-ibu dan suami-istri yang bertransaksi
Untuk memilih dan mendapatkan anak angkat.
Saat itu,Aminah dan Abdul Muthalib pergi ke pasar itu.
Halimah menunggu siapa yang ingin menerimanya sebagai ibu susu.
Tetapi,tak ada seorang pun yang memilihnya.
Akhirnya, saat akan pulang, ia bertemu Abdul Muthalib.
Beliau mengatakan pada Halimah, mau memilih Halimah.
Tetapi hanya mampu membayar sedikit. Halimah setuju.
Karena,saat melihat bayi Muhammad, ia langsung jatuh hati dan ingin sekali menyusuinya.
Halimah dan suaminya lalu pulang ke kampungnya
Menunggang keledai tuanya, yang tiba-tiba berubah menjadi sangat kuat.
...

----------------------------------------------------------------------------------------
Nah...Kang Abdul, Kang Zaki, Hawari dan Iqlima...begitulah kisah bagaimana Muhammad saw dapat berjumpa dengan Halimatus Sa'diah, ibu susunya. Subhanallah ya.

Selasa, 12 Februari 2013

Sex Education for Children









--- Penasaran dia ---
 

Hawari putraku bertanya
Bunda
mengapa tubuhku berbeda dengan Iqlima,
adiknya
Bunda
mengapa ayah ada jakunnya
sedangkan bunda ada ASI-nya
Bunda
ayam kok ada telurnya
kok bunda ada bayinya
Bunda
kok kita malu ya kalau tanpa busana
sedangkan cicak tidak
Bunda
Bunda
Bunda
daaan....
Bunda
Hawari terus bertanya
sampai ia sampaikan penasarannya
Ayah sholat tak ada liburnya
mengapa Bunda ada hentinya
....
sambil berharap Allah tidak menyensor
aku berkata
karena pipis bunda ada darahnya
Bunda, sakitkah?
tidak Nak, hanya saja itu noda
yang tidak boleh lekat di atas mukena

Selasa, 05 Februari 2013

Ide Berkaki VS Kaki Beride


(Bukan Sekedar basa-basi)

SATU keresahan yang hadir di hatiku saat menulis ini hanya sederhana. Aku ingin menulis. Hanya itu, tidak lebih. Kakiku banyak yang beride, tapi hanya sedikit ideku yang berkaki. Sejauh kaki melangkah, selepas mata memandang, selalu ide,ide,ide, dan ide yang memenuhi ruang gerak dan logikaku.
Ketika pagi hari, aku tertarik menulis tentang mentari pagi. Beranjak siang hari, aku ingin menulis tentang langit biru dan awan putih. Memasuki sore hari, aku ingin menulis lembayung senja. Dan ketika malam tiba, aku ingin menulis tentang dewi malam dan kerlip gemintang. Sampai bertemu pagi lagi, ide itu belum juga berkaki.
Semasa kuliah dulu, aku menyediakan semacam buku catatan kecil yang sengaja kujilid rapi. Ceritanya buku itu untuk menuliskan ide-ideku. Kemana pun aku pergi selalu kubawa buku itu. Banyak ide yang aku tuliskan di sana. Maksudku, jika ada waktu luang, aku akan segera mengembangkan ide itu ke dalam tulisan. Entah itu artikel, essay, feature, opini, resensi, puisi, cerpen, atau bahkan novel.
Biasanya aku mendapat ide ketika aku berada di rumah kosanku, ketika berangkat kuliah, ketika berada di kampus, bahkan ketika aku berada di dalam bis kota. Aku sangat tertarik dengan ide-ide sosial, psikologi, seni, pendidikan, agama, sejarah, keluarga, anak, lingkungan, human interest.
Saat aku jalan-jalan atau pulang ke kampung halaman, aku melihat ide-ide bertebaran di mana-mana. Tentang penghuni lampu merah, tentang pemulung sampah, tentang anak jalanan, tentang pedagang asongan, tentang pengamen jalanan, tentang peminta-minta, tentang sopir angkot, tentang calo terminal, dan tentang-tentang yang lainnya.
Aku punya ide menulis tentang pendidikan ketika melihat bangunan sekolah yang roboh. Aku punya ide menulis tentang konsumerisme ketika melihat megahnya plaza-plaza. Aku punya ide menulis tentang lingkungan ketika melihat gunungan sampah. Bahkan setiap ada moment penting tak kulepaskan begitu saja. Semua hari besar agama dan nasional menyisakan begitu banyak ide.
Ketika itu, keasyikanku menyaksikan acara-acara di televisi, melewatkan beragam ide. Mulai dari film layar lebar, sinetron, tenenovela, musik, drama, mini seri, entertain, kuis, sampai iklan. Ide yang kusebutkan terakhir sudah berkaki. Aku cukup bangga, walaupun tak sebanding dengan kakiku yang beride.
Saat itu, aku menyukai perkuliahanku di ruang kelas. Terlebih jika aku harus terjun langsung ke lapangan untuk observasi suatu kasus. Ide-ide datang tanpa diundang. Tepat, lagi-lagi, ide itu belum juga berkaki. Semua materi kuliahku nyaris selalu memunculkan ide cemerlang. Dan siang hari dalam perjalan pulang menuju kosan, aku berniat menjalankan ideku agar kakinya tidak lumpuh.
Namun sesampainya di sana, hal itu kandas di kasur kapukku, lenyap di sepiring nasi bungkus, sirna dalam rutinitas tugas, dan larut dalam rendaman pakaian kotor. Ketika semuanya selesai, sisa-sisa kelelahanku begitu tertarik pada lambaian selimut tebal.
Entahlah, rasanya tangan ini kaku, bibirku kelu, otakku mampet, hatiku mandeg. Pena hitamku tak mampu kugerakkan. Kertas putih di hadapanku sepertinya sempit sekali untuk menampung ide-ideku. Sejenak kuhentikan rutinitasku, tak ada salahnya aku bertanya, apa yang terjadi denganku?
Kubuka jendela dan pintu kamarku, kutarik kursi belajarku, kuraih buku ideku, kubuka tutup penaku, kutarik nafas panjang. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Seraya berdoa, semoga Allah menajamkan mata pena batinku. Semoga Allah berkenan meminjamkan tanganNya sebentar dan mencurahkan ilmu dan hikmah untukku.
Tak ada pilihan yang lebih baik, selain segera menulis, saat itu juga. Walau hanya diawali dengan kalimat “aku ingin menulis tentang”, atau “aku tidak tahu harus memulai dari mana”, atau “aku tidak tahu apa yang harus aku tulis”. Walau hanya itu, yang penting kakiku yang beride harus bisa berjalan.
Karena hanya ada tiga syarat penting untuk menjadi seorang penulis, yaitu MENULISLAH, MENULISLAH, MENULISLAH! Seperti air, biarkan kata-kata mengalir, menemui tempat landainya. Ya, seperti yang kulakukan saat ini. Selamat menikmati. Semoga ada makna. 

Tell Me Your Dream



Ceritakan mimpimu padaku, anakku…
Mimpi apa kau semalam, nak?
Mimpi indahkah? Oh… mimpi memang bunga tidur.
Mimpi burukkah? Oh… janganlah kau ceritakan kala bangun tidur.
Mungkin kau lupa membaca doa sebelum tidur.
Semoga suatu saat dalam hidupmu, kau bermimpi berjumpa dengan Rasulullah.
Melihat sinar rembulan luruh dan teduh di matamu.
Dulu sekali, semasa kecil ibumu ini…
Pernah bermimpi mencari hujan di lapangan rumput yang luas.
Lalu sinar matahari turun ke bumi dan membawaku terbang menuju gumpalan awan putih.
Sebuah suara menyuruhku agar memasukkan awan itu ke ember kecil yang kupegang.
Setelah penuh, sinar tadi membawaku turun dan mengubah gumpalan awan di emberku menjadi air.
Suara tadi bilang, air itu untuk menyiram bunga mawar merah di taman bunga kakek.
Juga untuk nenek memasak sayur bayam kesukaanku.
Dan sisanya, boleh kubagi-bagikan pada orang yang membutuhkan.
Saat itu memang musim kemarau.
Nah, anakku, ceritakan mimpimu padaku…