Ibu-Ibu Doyan Nulis

iidn

Selasa, 05 Februari 2013

Ide Berkaki VS Kaki Beride


(Bukan Sekedar basa-basi)

SATU keresahan yang hadir di hatiku saat menulis ini hanya sederhana. Aku ingin menulis. Hanya itu, tidak lebih. Kakiku banyak yang beride, tapi hanya sedikit ideku yang berkaki. Sejauh kaki melangkah, selepas mata memandang, selalu ide,ide,ide, dan ide yang memenuhi ruang gerak dan logikaku.
Ketika pagi hari, aku tertarik menulis tentang mentari pagi. Beranjak siang hari, aku ingin menulis tentang langit biru dan awan putih. Memasuki sore hari, aku ingin menulis lembayung senja. Dan ketika malam tiba, aku ingin menulis tentang dewi malam dan kerlip gemintang. Sampai bertemu pagi lagi, ide itu belum juga berkaki.
Semasa kuliah dulu, aku menyediakan semacam buku catatan kecil yang sengaja kujilid rapi. Ceritanya buku itu untuk menuliskan ide-ideku. Kemana pun aku pergi selalu kubawa buku itu. Banyak ide yang aku tuliskan di sana. Maksudku, jika ada waktu luang, aku akan segera mengembangkan ide itu ke dalam tulisan. Entah itu artikel, essay, feature, opini, resensi, puisi, cerpen, atau bahkan novel.
Biasanya aku mendapat ide ketika aku berada di rumah kosanku, ketika berangkat kuliah, ketika berada di kampus, bahkan ketika aku berada di dalam bis kota. Aku sangat tertarik dengan ide-ide sosial, psikologi, seni, pendidikan, agama, sejarah, keluarga, anak, lingkungan, human interest.
Saat aku jalan-jalan atau pulang ke kampung halaman, aku melihat ide-ide bertebaran di mana-mana. Tentang penghuni lampu merah, tentang pemulung sampah, tentang anak jalanan, tentang pedagang asongan, tentang pengamen jalanan, tentang peminta-minta, tentang sopir angkot, tentang calo terminal, dan tentang-tentang yang lainnya.
Aku punya ide menulis tentang pendidikan ketika melihat bangunan sekolah yang roboh. Aku punya ide menulis tentang konsumerisme ketika melihat megahnya plaza-plaza. Aku punya ide menulis tentang lingkungan ketika melihat gunungan sampah. Bahkan setiap ada moment penting tak kulepaskan begitu saja. Semua hari besar agama dan nasional menyisakan begitu banyak ide.
Ketika itu, keasyikanku menyaksikan acara-acara di televisi, melewatkan beragam ide. Mulai dari film layar lebar, sinetron, tenenovela, musik, drama, mini seri, entertain, kuis, sampai iklan. Ide yang kusebutkan terakhir sudah berkaki. Aku cukup bangga, walaupun tak sebanding dengan kakiku yang beride.
Saat itu, aku menyukai perkuliahanku di ruang kelas. Terlebih jika aku harus terjun langsung ke lapangan untuk observasi suatu kasus. Ide-ide datang tanpa diundang. Tepat, lagi-lagi, ide itu belum juga berkaki. Semua materi kuliahku nyaris selalu memunculkan ide cemerlang. Dan siang hari dalam perjalan pulang menuju kosan, aku berniat menjalankan ideku agar kakinya tidak lumpuh.
Namun sesampainya di sana, hal itu kandas di kasur kapukku, lenyap di sepiring nasi bungkus, sirna dalam rutinitas tugas, dan larut dalam rendaman pakaian kotor. Ketika semuanya selesai, sisa-sisa kelelahanku begitu tertarik pada lambaian selimut tebal.
Entahlah, rasanya tangan ini kaku, bibirku kelu, otakku mampet, hatiku mandeg. Pena hitamku tak mampu kugerakkan. Kertas putih di hadapanku sepertinya sempit sekali untuk menampung ide-ideku. Sejenak kuhentikan rutinitasku, tak ada salahnya aku bertanya, apa yang terjadi denganku?
Kubuka jendela dan pintu kamarku, kutarik kursi belajarku, kuraih buku ideku, kubuka tutup penaku, kutarik nafas panjang. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Seraya berdoa, semoga Allah menajamkan mata pena batinku. Semoga Allah berkenan meminjamkan tanganNya sebentar dan mencurahkan ilmu dan hikmah untukku.
Tak ada pilihan yang lebih baik, selain segera menulis, saat itu juga. Walau hanya diawali dengan kalimat “aku ingin menulis tentang”, atau “aku tidak tahu harus memulai dari mana”, atau “aku tidak tahu apa yang harus aku tulis”. Walau hanya itu, yang penting kakiku yang beride harus bisa berjalan.
Karena hanya ada tiga syarat penting untuk menjadi seorang penulis, yaitu MENULISLAH, MENULISLAH, MENULISLAH! Seperti air, biarkan kata-kata mengalir, menemui tempat landainya. Ya, seperti yang kulakukan saat ini. Selamat menikmati. Semoga ada makna. 

2 komentar:

  1. Sangat inspiratif, mudah-mudahan saya jadi lebih rajin menulis, trims ya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. yuk kita menulis sama2...ingin juga bikin tulisan yg diterbitkan

      Hapus